Wednesday, December 9, 2015

Tugas 4 - ISD#

Contoh Konflik Agama dalam Masyarakat


Faktor Pemicu Konflik Poso

Dalam laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa kerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menadiisu SARA, sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali danmengakibatkan timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebutmenadi isu SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dandirekayasa sedemikian rupa menadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu persoalanyang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah kriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari laporan jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000, sedangkan kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa kerusuhan Poso menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Posodimulai dari kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan puasa) karena pertikaian dua pemuda yang berbeda agama. Pertikaian itu terus berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang anarkis. Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat. Terjadinya konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik, selain agama, yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketimpangansosial. Untuk itulah, dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisimasyarakat Poso yang menjadi poin terjadinya konflik.


  • Faktor Politik

Meskipun pemicu awal munculnya konflik di Poso ini adalah karena pertikaian pemuda namun sebenarnya terdapat muatan politik berkaitan dengan suksesi bupati. Ketidakpuasan politik inilah yang menjadi akar permasalah konflik. Pada 1998, ketika mantan Bupati Poso Arief Patanga akan mengakhiri masa.
Meskipun konflik Poso mengatasnamakan ‘agama’ sebagai penyebab konfliknya, namun harus dilihat terlebih dahulu apakah benar agama sebagai faktor dibalik konflik tersebut. Kepemimpinannya, terlihat sinyalemen terjadinya gesekan di tingkat politisi partai yang menginginkan perubahan kepemimpinan. Pergesekan antara politisi partai akhirnya merambah hingga ke tingkat akar rumput. Akhirnya muncullah kelompok-kelompok di masyarakat yang berlawanan haluan dengan kebijakan politisi partai. Terendusnya praktik korupsiyang dilakukan oleh kroni-kroni Bupati Arief Patanga membuat yang bersangkutan berupaya mengalihkan isu. Korupsi Korupsi bermula dari pemberian dana kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 5 miliar pada 1998 oleh pemerintah pusat. Saat ada upaya pengungkapan kasus korupsi itu, orang-orang yang terlibat korupsi menggalang massa untuk melakukan aksi untuk mengalihkan isu korupsi yang berkembang. Bahkan ada selebaran yang berisi penyerangan tokoh Kristen yang sengaja diedarkan ke masyarakat. Hal itu kemudian semakin memperuncing konflik masyarakat yang beragama Islam danKristen. Kekerasan yang terjadi tersebut tidak mendapat respons yang memadaidari aparat keamanan. Kegiatan itu terlihat dibiarkan sehingga terus terjadi dan meluas. Karena pembiaran oleh aparat, eskalasi kekerasannya meningkat hingga terjadi pembakaran rumah penduduk, gereja, dan masjid. Bahkan terjadi pembantaian di Pesantren Walisongo, Sintuwelemba, yang lokasinya di tengah-tengah komunitas Kristen.

  • Faktor Ekonomi

Poso telah dimasuki pendatang Kristen dan Islam sejak masa pra-kolonial,namun proporsi migrasi yang signifikan baru terjadi pada masa orde baru. Halitu terjadi sejak dibangunnya prasara jalan trans-Sulawesi dan pembangunan berbagai pelabuhan laut dan udara yang semakin memudahkan perpindahan penduduk. Tanpa disadari proses pembangunan ekonomi di Poso membawadampak bagi orang Kristen setempat yakni proses Islamisasi yang cepat dankesenjangan ekonomi. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan banyaknyaangka pengangguran kaum terpelajar karena sempitnya atau langkanya lapangankonflik yang sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuh. Akibat urbanisasidan kesenjangan ekonomi, politik dan budaya antara umat beragama inimenyebabkan perubahan pola-pola hubungan antar umat beragama terutamaantara Muslim dan Kristiani.Pertumbuhan urbanisasi yang cepat akan mengantarkan masyarakat ke arahmodernisasi sering terjadi konflik nilai-nilai tradisional yang masih kuat dengan nilai-nilai baru yang belum mapan di masyarakat. Konflik nilai tersebut berpengaruh besarterhadap perilaku masyarakat dan dapat mendorong masyarakat ke proses desintegrasialienasi, disorienttasi, disorganisasi, segmentasi dan lain sebagainya.Umat Islam yang hidup di Poso tidak rela dan tidak senang kalau melihat pemuda-pemuda Kristen yang minum-minuman keras serta mabuk-mabukan di jalan,apalagi di bulan suci Ramadhan. Oleh karena itu sasaran pengrusakan atau amukmassa Islam tatkala gagal mencari pemuda Kristen yang memukul pemuda Islam dimasjid adalah Toko Lima, tempat penjualan minuman keras terbesar di Poso.Peristiwa inilah merupakan awal mula bentrok fisik antara massa Islam dan Kristen.
Peristiwa hari Jum’at tanggal 26 Desember 1998 inilah yang merupakan pelampiasan emosi keagamaan antara Islam dan Kristen yang berpangkal pada perbedaan dankesenjangan sistem nilai budaya antara komunitas tersebut.


Contoh lain konflik Agama dalam masyarakat, antara lain:

  • Tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
  • Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
  • Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
  • Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.



Sumber:

Tugas 3 - ISD#

Fungsi Agama & Dimensi Komitmen Agama

Agama merupakan salah satu prinsip yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari.
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang hati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.



A. Fungsi Agama
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hal itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, serta kelangkaan dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.



Menurut buku Psikologi Agama, karya Prof. Dr. H. Jalaluddin, terdapat beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:

1. Fungsi Edukatif (Pendidikan)
Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.

2. Fungsi Penyelamat
Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luar agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.

3. Fungsi Perdamaian
Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Tuhan. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.

4. Fungsi Kontrol Sosial
Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.

5. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas
Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.

6. Fungsi Pembaharuan
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

7. Fungsi Kreatif
Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.

8. Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi)
Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.


B. Dimensi Komitmen Agama

Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi beberapa dimensi sebagai berikut:

Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.


Sumber:

Thursday, November 12, 2015

Tugas Mata Kuliah Softskill - ISD#

Resensi Film

“Something the Lord Made”



Judul film        : Something the Lord Made
Sutradara       : Joseph Sargent
Pemain           : Alan Rickman sebagai Dr. Alfred Blalock
   Mos Def sebagai Vivien Thomas
   Kyra Sedgwick sebagai Mary Blalock
   Gabrielle Union sebagai Clara Thomas
   Merritt Wever sebagai Mrs. Saxon
   Clayton LeBouef sebagai Harold Thomas
   Charles S. Dutton sebagai William Thomas
   Mary Stuart Masterson sebagai Helen B. Taussig
Produser        : Robert W. Cort
Distributor       : HBO
Tanggal rilis    : 30 May 2004
Bahasa            : Inggris

Film “Something the Lord Made” merupakan sebuah film yang diambil dari kisah nyata. Film ini menceritakan tentang seorang tukang kayu berkulit hitam yang bernama Vivien Thomas. Ia hanya lulusan SMA yang ingin melanjutkan studinya dalam bidang kedokteran. Ia bekerja keras untuk melanjutkan studinya itu dan sudah menabung dari beberapa tahun yang lalu di sebuah bank. Akhirnya Vivien bekerja pada dr.Alfred Blalock untuk memelihara anjing-anjing yang digunakan untuk penelitian serta membersihkan laboratorium di sebuah rumah sakit.

Suatu ketika, ia mendapat kabar bahwa bank dimana ia menabung mengalami masalah dan akhirnya tutup. Dan Vivien merasa sangat sedih dan kecewa, uang yang selama ini ia kumpulkan untuk melanjutkan studinya hilang begitu saja. Karena kemauannya yang tinggi, Vivien tidak patah semangat. Ia belajar otodidak untuk mempelajari bidang kedokteran sendiri dengan modal membaca buku milik dr. Alfred Blalock. Karena meliat minatnya dalam bidang kedokteran, dr.Alfred Blalock menguji Vivien dalam menggunakan alat-alat bedah dan ternyata Vivien sangat mahir menggunakannya.
           
        Kemudian, Vivien diangkat menjadi asisten dr.Alfred di laboratorium untuk membantu dalam penelitian dan memecahkan kasus pembedahan jantung serta kasus sindrom baby blue. Mereka berdua berhasil menemukan metode untuk pembedahan jantung untuk pertama kali. Namun, karena pada saat itu masih terdapat yang namanya rasisme terhadap warna kulit, Vivien seakan-akan tidak dianggap karena kulitnya yang hitam. Orang-orang hanya menganggap metode tersebut hanya dr.Alfred Blalock yang menemukannya dan hanya dr.Alfred Blalock lah yang menjadi sangat terkenal saat itu. Sedangkan Vivien hanya dianggap sebagai asisten yang tidak ada artinya dengan gaji yang cukup kecil untuk pekerjaannya saat itu dan jasa yang sudah diberikannya. Bahkan, ketika dr.Alfred Blalock berpidato pada suatu acara atas keberhasilannya dalam pembedahan jantun, dr.Alfred Blalock tidak menyebutkan atau menyinggung tentang Vivien sedikitpun. Ketika itu Vivien merasa sangat kecewa dan sedih.
           
         Vivien memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya itu dan mencari pekerjaan lain. Hingga akhirnya Vivien kembali bekerja pada dr.Alfred Blalock karena ia yakin bahwa pekerjaan itulah yang ia sukai. Dengan kesabaran dan ketekunannya ia terus meningkatkan keahliannya tanpa peduli berapa gaji yang ia dapatkan. Setelah beberapa tahun dan dr.Alfred Blalock pensiun, keahlian dan jabatan Vivien semakin tinggi. Dr.Alfred Blalock sempat mendatangi Vivien untuk minta maaf atas segala kesalahannya waktu itu. Dan ketika dr.Alfred Blalock meninggal, ia diangkat sebagai kepala laboratorium. Hingga akhirnya, kesabaran dan ketekunannya itu membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Ia mendapatkan gelar kehormatan sebagai doctor dan mendapatkan banyak penghargaan atas karya-karyanya dan jasanya dibidang kedokteran. Dan saat itu mulai pudarlah rasisme terhadap warna kulit.

Kaitan Film dengan Materi Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar
           
        Banyak hal yang dapat diambil dari film berjudul “Something the Lord Made” ini. Film ini mengajarkan kita bahwa kita tidak boleh menyerah, harus bersungguh-sungguh dalam menggapai cita-cita. Karena, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi kita mau berusaha. Terus berusaha apapun rintangannya. Kesabaran dan kesungguhan dalam menggapai sesuatu akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan dan kebahagiaan akan menanti.

Dalam film ini, rasisme sangat menonjol, yaitu orang yang berkulit putih dianggap lebih daripada orang yang berkulit hitam. Dan orang yang berkulit hitam dianggap rendah dan selalu diremehkan. Hal itu mengajarkan kita bahwa dalam bersosialisasi kita tidak boleh membeda-bedakan orang atau rasisme terhadap siapapun, dan apapun berbedaannya. Karena semua orang itu sama. Kita juga tidak boleh memandang orang sebelah mata atau meremehkan orang lain. Karena bisa jadi, orang yang kita anggap remeh itu adalah orang yang berhasil di masa depan dan mempunyai skill atau kelebihan lainnya dibandingkan kita.